TUGAS IPS
1.
Demonstrasi Mahasiswa di Aceh (26 September 2019)
untuk menuntut pembatalan pengesahan RUU KPK, menolak RUU KUHP dan RUU
Kemasyarakatan, pengehentian Kriminalisasi Aktivis HAM, rasisme Papua, masalah
pertahahan, karhutla dan penghentian militerisme
|
Tanggapan:
Pada zaman globalisasi
dimana informasi dapat diakses dengan mudah oleh semua kalangan, masyarakat relatif menjadi lebih peduli dan
kritis terhadap permasalahan di sekitarnya.
Demonstrasi di Banda Aceh
ini merupakan salah satu bentuk kepedulian kalangan mahasiswa terhadap isu
sosial dan politik. Sepanjang aksi demonstrasi, para mahasiswa menyampaikan
aspirasi mereka secara tertib. Aksi ini diorganisir dengan baik sehingga dapat
berlangsung dengan damai. Para mahasiswa dipersilakan masuk ke gedung DPRA
tanpa bersitegang dengan aparat. Tidak ada insiden yang serius hingga aksi
menyampaikan aspirasi berakhir. Bahkan usai aksi demonstrasi terlaksana, para
mahasiswa melakukan tindakan terpuji dengan membersihkan sampah-sampah di
halaman gedung DPRA hingga Jalan Daud Beureueh.
2. Demonstrasi Buruh di Kantor PTPN V Riau
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Puluhan buruh yang tergabung dalam SBSI
(Serikat Buruh Solidaritas Indonesia) melakukan aksi unjuk rasa didepan Kantor
PTPN V Riau Jalan Rambutan Pekanbaru, Selasa (3/9/2019).
Buruh dari SBSI ditingkat perusahaan PTPN V Kebun Tanjung Medan
Kabupaten Rokan Hilir ini ada lima tuntutan yang pertama gaji, BPJS yang tidak
pernah didapatkan, status pekerjaan, hak lembur dan cuti dan Tunjangan Hari
Raya. "Yang namanya THR tidak kami dapatkan," jelas orator.
Yoki Pratama, Pimpinan
Komisariat SBSI di tingkat Perusahan PTPN V Tanjung Medan menyampaikan sampai
hari ini belum ada tanggapan dari PTPN V.
Sumber: https://pekanbaru.tribunnews.com
Tanggapan:
Demonstrasi dapat dilakukan
sebagai salah satu cara bagi buruh yang tidak mendapatkan haknya untuk memperoleh
perhatian lebih dan solusi bagi permasalahan yang mereka alami. Aksi yang
dilakukan ini merupakan contoh demokrasi di negara Indonesia yang dilaksanakan
seturut hukum. Para buruh yang melakukan demonstrasi menjauhi tindakan anarkis
dan tidak menimbulkan dampak negatif yang serius bagi masyarakat lain. Mereka
menuntut perusahaan untuk memberikan hak-hak yang seharusnya mereka peroleh.
Meskipun sejauh ini belum ada respon yang diberikan, namun semestinya para
demonstran tersebut mendapatkan hak yang sepantasnya ⸺ sesuai kewajiban yang
telah mereka laksanakan.
3. Aksi Unjuk Rasa di Cianjur oleh gabungan organisasi mahasiswa untuk menentang
ketidakadilan, pemerataan pendidikan, dan pengentasan pengangguran
|
Tanggapan:
Pada demo ini, massa aksi memblokir
Jalan Siliwangi sehingga mengakibatkan kemacetan arus lalu lintas sepanjang jalan
raya. Selain itu, peserta demo juga melakukan pembakaran ban dan terpaksa
dilerai oleh anggota kepolisian. Salah satu massa aksi menyiram bensin ke
sekitar ban, sehingga api menyambar anggota kepolisian yang mencoba memadamkan
api tersebut. Peristiwa tersebut menyebabkan tiga anggota kepolisian terkena
luka bakar. Aksi ini adalah salah satu contoh demonstrasi yang mengarah kepada
tindakan anarkis. Tujuan aksi yang sebenarnya tidak tercapai, dan malah
menimbulkan korban jiwa. Seharusnya pihak yang melakukan unjuk rasa
mengantisipasi kemungkinan adanya tindakan provokasi dan memastikan agar aksi
demonstrasi berlangsung dengan damai.
4. Demo Mahasiswa Gejayan Memanggil Kembali Digelar di Yogyakarta
TEMPO.CO,
Jakarta - Gerakan Gejayan Memanggil kembali digaungkan untuk demo mahasiswa
yang akan digelar hari ini, Senin 30 September 2019.
Demonstrasi
yang diperkirakan melibatkan ribuan mahasiswa, pelajar, buruh, jurnalis,
aktivis, dan penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) ini akan mengusung berbagai
tuntutan di antaranya mendesak Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang mengenai Undang-Undang Komisi Pemberantasan
Korupsi atau Perpu KPK.
Humas
gerakan Gejayan Memanggil, Syahdan mengatakan desakan agar Presiden Jokowi
mengeluarkan Perpu KPK karena revisi UU KPK yang telah disahkan DPR masih
mengandung kelemahan. Sebabnya, independensi KPK dipertanyakan.
Peralihan
status kepegawaian KPK menjadi aparatur sipil negara atau ASN akan mempengaruhi
independensi KPK dan pemerintah. “Penyelidik KPK yang hanya berasal dari kepolisian
juga bermasalah,” kata Syahdan saat dihubungi Tempo, Senin, 30 September 2019.
Demonstrasi
yang dibuat Aliansi Rakyat Rakyat Bergerak ini juga menuntut agar perangkat
negara menghentikan segala bentuk tindakan represif dan kriminalisasi.
Belakangan ini terjadi penangkapan aktivis pro-demokrasi dan demonstran dari
kalangan mahasiswa. Tuntutan selanjutnya adalah menarik seluruh komponen
militer, mengusut tuntas pelanggaran HAM, dan membuka ruang demokrasi
seluas-luasnya di Papua.
Mereka
juga mendesak negara mengusut tuntas pelanggaran HAM yang tidak negara
selesaikan. “Gerakan kami juga menolak impunitas terhadap pelanggar HAM dan
mengadili penjahat HAM,” kata Syahdan.
Selain
itu, mereka mendesak pemerintah segera mengatasi bencana dan menyelamatkan korban,
mengadili pengusaha dan korporasi pembakar hutan, menghentikan pemberian izin
baru bagi perusahaan besar perkebunan. Desakan penting lainnya adalah
pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, revisi pasal-pasal bermasalah
dalam RKUHP, menolak RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Keamanan,
Ketahanan Siber, dan RUU Minerba.
Gerakan
Gejayan Memanggil hari ini merupakan lanjutan dari demo mahasiswa Gejayan
Memanggil pada 23 September. Aksi mereka pada 23 September lalu menuai simpati
dari publik karena berlangsung damai. Mereka juga membersihkan sampah yang ada
di lokasi demonstrasi. Demonstran menyatakan aksi mereka nir-kekerasan.
Sumber: https://nasional.tempo.co
Tanggapan:
Gerakan
Gejayan Memanggil adalah tanggapan dari kelompok-kelompok yang tidak memiliki
hubungan dengan gerakan politik. Kelompok ini relatif tanpa beban saat mengangkat
substansi isu yang mereka dukung.
Demonstrasi yang mereka lakukan menyerukan berbagai tuntutan kepada pemerintah
untuk segera mengatasi masalah-masalah yang ada di Indonesia, seperti isu
keadilan sosial, kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM, dan lain sebagainya.
Selain itu, kelompok ini juga melaksanakan aksi demonstrasinya tanpa
menimbulkan kejadian yang serius dan bertanggung jawab dengan membersihkan
kembali sampah-sampah di area pelaksanaan unjuk rasa.
5. DEMO 4 NOVEMBER 2016
Aksi demo menuntut pengusutan kasus penistaan agama yang
diduga dilakukan oleh Gubernur nonaktif Basuki T Purnama (Ahok) di depan Istana
Negara, 4 November, lalu berakhir ricuh. Polisi pun terpaksa menembakkan gas
air mata untuk membubarkan massa yang rusuh.
"Ini rekan-rekan bisa lihat bagaimana
polisi persuasif, jadi kalau polisi melakukan penyerangan itu tidak betul,
lihat bahkan pengamanan demo kita salat," ujar Kabid Humas Polda Metro
Jaya Kombes Pol Awi Setiyono saat jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta,
Senin (7/11/2016).
Awi mengatakan aparat polisi telah berusaha
semaksimal mungkin melakukan pengamanan demo secara persuasif dan humanis.
Namun aksi damai itu berubah menjadi ricuh setelah sekelompok massa melakukan
provokasi dengan melempari aparat menggunakan batu, bambu hingga besi ujung
pagar Monas.
Awi menyebut total ada 350 korban luka dan
kelelahan dalam insiden tersebut. Selain itu, 18 unit mobil dinas TNI-Polri
yang diparkir di Monas, dirusak massa.
Awi kemudian menjelaskan kronologi aksi dari
mulai massa datang hingga massa bubar pada Jumat malam. Berikut kronologinya:
13.00 WIB
Setelah salat Jumat massa berbondong-bondong
menuju Istana Negara.
13.50 WIB
Massa mulai melakukan pelemparan ke arah polisi
untuk pertama kalinya. Namun kejadian itu tidak berlangsung lama dan massa
kembali tenang.
14.41 WIB
Sekelompok massa kembali lagi melempari polisi
untuk kedua kalinya. Polisi mulai membacakan Asmaul Husna ketika massa kembali
ricuh.
14.42 WIB
Massa yang berada di garis depan menarik pagar
kawat berduri sehingga keluar dari cone block. Polisi membatasi massa demo dengan lapisan cone
block dan dua lapis kawat berduri (security
barrier).
15.10 WIB
Massa dan polisi melaksanakan salat Asar.
15.47 WIB
Massa yang berada di depan Wisma TNI, Jl Medan
Merdeka Barat arah Harmoni kembali ricuh dengan melempari polisi menggunakan
bambu, batu dan botol minuman. Massa juga membakar ban bekas.
15.58 WIB
Perwakilan massa meminta masuk kita antar sampai
ke depan istana.
18.14 WIB
Massa sudah mempersiapkan diri untuk merusuh
dengan mengoleskan pasta gigi ke wajahnya.
19.00 WIB
Massa semakin memanas dan terpecah menjadi dua.
Beberapa kelompok massa mengadang massa yang ricuh dengan membentengi polisi,
sementara massa lainnya melakukan tindakan kerusuhan dengan terus melempari
petugas.
19.05 WIB
Kedua massa kelihatan ricuh, yang mau menyerang
dan melindungi polisi, tapi akhirnya jebol sehingga kericuhan pun pecah dan
semakin tidak terkendali.
19.10 WIB
Massa semakin rusuh dan sudah melakukan
penyerangan kepada polisi dengan bambu, batu dan benda-benda keras lainnya.
19.33 WIB
Untuk membubarkan massa yang semakin ricuh,
polisi menembakkan gas air mata untuk pertama kalinya. Massa pun panik dan
berlarian hingga terurai.
19.41 WIB
Polisi kembali menembakkan gas air mata untuk
gelombang kedua.
19.48 WIB
Polisi menembakkan gas air mata untuk ketiga
kalinya.
19.53 WIB
Massa semakin beringas dan mulai terjadi
kericuhan, termasuk bentrok dengan aparat. Massa melempari petugas dengan
botol, batu, dan benda-benda yang ada di dekatnya. Polisi tetap menembakkan gas
air mata untuk membubarkan massa.
20.01 WIB
Kendati tembakan gas air mata terus dilakukan,
namun massa semakin menjadi-jadi. Beberapa di antaranya ada yang melempari
petugas dengan petasan.
20.04 WIB
Massa menyalakan api lalu membakar truk Brimob
dan mobil security barrier.
20.06 WIB
Petugas Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Pemprov
DKI mulai memadamkan api yang menghanguskan truk dan security
barrier.
20.15 WIB
Situasi mulai kondusif dan Kapolri Jenderal Tito
Karnavian pun naik panggung, memerintahkan anggota untuk menghentikan tembakan
gas air mata. Anggota Brimob pun berangsur-angsur menarik diri.
Di sela-sela kericuhan itu, polisi mengamankan
10 orang peserta demo. Namun sepuluh orang itu telah dipulangkan karena belum
cukup bukti melakukan tindakan ricuh.
Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti
terkait insiden tersebut, di antaranya sejumlah cone block, beberapa bilah bambu, sejumlah anak panah dari paku,
sejumlah kelereng, dan lainnya.
Tanggapan: Demo itu adalah sarana untuk kita menyampaikan pendapat.
Tidak perlu kita demo sampai berlebihan, apalagi sampai menimbulkan korban
jiwa.
6. DEMO 1998
Politisi
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga aktivis mahasiswa di era
reformasi, Adian Yunus Yusak Napitupulu, mengenang peristiwa Mei 1998, sebelum
jatuhnya Presiden Soeharto. Adian berkisah tentang peristiwa yang terjadi hari
ini pada 18 tahun silam, 18 Mei 1998. Ketika itu, demonstrasi mahasiswa semakin
besar dalam menuntut Soeharto untuk lengser keprabon. "Situasi saat itu
mencekam. Aparat militer tanpa identitas namun bersenjata ada di tiap sudut
Jakarta," demikian kenangan Adian, dalam keterangan tertulisnya yang
diterima Kompas.com, Rabu (18/5/2016). "Lapis baja, mulai water cannon
hingga panser meraung di jalanan. Sniper menunggu kampus-kampus yang akan
bergerak," lanjut Adian. Adian berkisah, berdasarkan rapat mahasiswa pada
malam sebelumnya, setiap simpul dari 54 kampus yang tergabung dalam Forum Kota
diminta membawa setidaknya 20 mahasiswa dari tiap kampus yang siap jadi martir.
"Total 1.242 mahasiswa dari 54 kampus sudah harus tiba di lokasi. Jika
pukul 10.00 WIB tak terjadi bentrokan, maka setiap kampus diharuskan
memberangkatkan 50 mahasiswa lagi," tulis Adian. Adian melanjutkan, jika
hingga pukul 12,00 WIB tidak ada pertumpahan darah, maka semua mahasiswa
diminta mengosongkan kampus. Seluruh mahasiswa diminta bergerak ke Gedung
DPR/MPR. "Tapi kalau pukul 09.00 WIB terjadi bentrokan, maka 54 kampus
diminta untuk memblokir jalan raya depan kampus masing-masing," ujar
Adian, yang juga Sekretaris Jenderal Perhimpunan Nasional Aktivis 98 (PENA 98)
itu. Mahasiswa memang cenderung bergerak hati-hati dan tidak sporadis,
mengingat sudah ada korban jiwa saat mahasiswa Universitas Trisakti melakukan
unjuk rasa. "Enam hari lalu, empat mahasiswa Trisakti ditembak mati,"
tulis Adian. Tidak hanya itu, setelah itu juga terjadi kerusuhan di Jakarta dan
sejumlah kota besar di Indonesia. Kerusuhan itu juga disertai kekerasan
berbasis prasangka rasial. Saat itu, kata Adian, mahasiswa berpikir bahwa 90
persen dipastikan akan terjadi pembantaian massal. Namun, itu tidak menjadikan
mahasiswa tak punya nyali untuk bergerak. "Takut? Itu pasti. Kami pun
ingin kuliah cepat dan lulus tanpa di-drop out atau di-dor (ditembak mati).
Tapi apa pilihan kami?" lanjut dia. Namun, aksi itu kemudian membuahkan
hasil. Pukul 12.00 WIB, mahasiswa yang berkumpul di depan gerbang DPR/MPR sudah
mencapai 7.000 orang. "Jumlahnya terus dan terus bertambah,"
kenang Adian. Peristiwa yang terjadi pada 18 Mei 1998 merupakan bagian dari
rangkaian panjang menjelang jatuhnya Soeharto. Mengutip dokumen Harian Kompas
yang terbit 19 Mei 1998, mahasiswa yang menguasai pelataran Gedung DPR/MPR
memutuskan untuk bermalam. Mereka diminta pulang hingga disediakan bus, tapi
menolak. Setelah mahasiswa berhasil menduduki Gedung DPR/MPR, desakan untuk
menuntu Soeharto mundur semakin kuat. Pimpinan DPR/MPR pun meminta Presiden
Soeharto untuk mundur. Permintaan itu disampaikan Ketua DPR/MPR Harmoko yang
didampingi pimpinan lain, yaitu Ismail Hasan Metareum, Abdul Gafur, Fatimah
Achmad, dan Syarwan Hamid, pada 18 Mei 1998. "Dalam menanggapi situasi
seperti tersebut di atas, Pimpinan Dewan baik Ketua maupun Wakil-wakil Ketua
mengharapkan demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan
bijaksana sebaiknya mengundurkan diri," ujar Harmoko dalam keterangan
resmi kepada pers.
Tanggapan: Seperti demo sebelumnnya, demo ini sama-sama
memakan korban jiwa. Kita boleh saja berdemo, karena demo merupakan sarana
untuk menyampaikan pendapat kita, yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang
kita unjuk rasakan. Tetapi demo tidak perlu dengan emosi yang tinggi seperti
merusak asas Negara, apalagi sampai menimbulkan korban jiwa.
https://news.detik.com/berita/d-3339694/kronologi-demo-4-november-dari-damai-hingga-berakhir-ricuh
7. Demo Mahasiswa di Jakarta untuk menolak UU dan RUU
kontroversial
Jakarta,
CNN Indonesia -- Demonstrasi mahasiswa untuk menolak RUU KUHP dan RUU
kontroversial lain pada Selasa (24/9) merebak di berbagai titik di Jakarta.
Sebagian aksi tersebut berakhir ricuh karena mahasiswa terlibat bentrok dengan
aparat. Aksi mahasiswa ini sebenarnya berpusat di depan kompleks DPR RI.
Awalnya, aksi berjalan damai, tapi menjelang sore, demonstrasi mulai ricuh.
Suasana mulai panas pada siang hari, ketika pedemo menuntut pimpinan DPR untuk
menemui mereka. Demonstran melemparkan botol mineral dan terlibat aksi saling
dorong dengan aparat keamanan.Tak lama setelah itu, massa memblokade jalan tol
dalam kota sehingga lalu lintas tersendat. Sejumlah demonstran dilaporkan
membakar beberapa kerucut lalu lintas (traffic cone) di dalam jalur bebas
hambatan yang berlokasi di seberang kompleks parlemen itu. Menjelang sore,
polisi menyemprotkan meriam air untuk membubarkan massa di depan gedung DPR.
Pedemo yang didominasi mahasiswa itu pun kocar kacir. Tetap bertahan, mahasiswa
menjebol pagar gedung DPR RI menjelang petang. Massa yang menjebol pagar berteriak
sambil melempar batu ke arah aparat. Kepolisian lantas menembakkan gas air mata
yang kemudian dibalas lemparan batu dari arah demonstran. Memasuki malam hari,
situasi kian panas. Aparat terus berupaya membubarkan massa dengan gas air
mata, bahkan kala azan magrib tengah berkumandang.Sementara itu, sebagian massa
mulai mundur dari depan DPR dan berkumpul di bawah flyover RS Mulut dan Gigi
Ladokgi dekat Jakarta Convention Center (JCC), dan Jalan Gerbang Pemuda
mengarah ke TVRI. Namun, mereka kembali maju ke depan kompleks parlemen,
mendorong barikade kepolisian. Aparat pun kembali menembakkan gas air mata ke
arah demonstran tersebut. Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Harry Kurniawan,
memang sudah menginstruksikan pasukannya untuk menangkap para demonstran yang
mengotot tetap melanjutkan aksi di kompleks parlemen pada malam hari.
TANGGAPAN
: Berdasarkan demo yang telah dilakukan para mahasiswa di atas ini sebenarnya
tidak ada gunanya sama sekali. Mereka demonstran melakukan itu dari pagi sampai
malam, namun tidak ada hasil yang mereka dapatkan namun malah membuat lalu
lintas macet. Bahkan para demonstran itu sampai melempar lempar botol hingga
membakar beberapa kerucut lalu lintas (traffic cone). Perbuatan yang dilakukan
para demonstran itu sudah melewati batas. Sebenarnya boleh demo, namun jika
sampai membakar bakar seperti itu, itu sudah kelewat batas dan harus segera
diberhentikan.
https://www.liputan6.com/news/read/4073895/demo-makan-korban-mahasiswa-minta-pemerintah-tidak-abaikan-tuntutan
8. Demo Jokowi, Singgung Pelanggaran HAM - mahasiswa
yang menggelar unjuk rasa di sekitar Patung Kuda Arjuna Wiwaha berharap
Presiden Joko Widodo tidak mengkhianati rakyat di periode kedua
pemerintahannya.
Senin,
21/10/2019 17:06 WIB
"2014
(lalu) Presiden kita di depan sana berjanji akan menuntaskan kasus-kasus
pelanggaran HAM, betul tidak? Tapi bagaimana kabarnya hari ini, apa
tertuntaskan tidak?" tanya Atiatul (Ketua BEM Universitas Gadjah Mada
Muhammad Atiatul Muqtadir) dari atas mobil komando, Senin (21/10).
Pertanyaan
itu dijawab dengan teriakan kompak mahasiswa, "Tidak". Ia
mengingatkan sejumlah kasus pelanggaran HAM yang belum dituntaskan antara lain
kasus pembunuhan aktivis HAM Munir dan penyiraman air keras terhadap penyidik
senior Novel Baswedan. "Tidak boleh ada Novel Baswedan berikutnya, tidak
boleh ada Munir selanjutnya. Tidak boleh ada korban selanjutnya diperkosa oleh
negara, diculik oleh negara, dihardik oleh negara," tegasnya. Pria yang
akrab dipanggil Fathur itu juga menyampaikan tuntutan mahasiswa tentang
maklumat tuntaskan agenda reformasi. Ditegaskan Fathur bahwa mahasiswa ingin
memastikan lima tahun ke depan, kebijakan-kebijakan yang dihasilkan adalah
kebijakan yang berpihak pada rakyat dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam orasinya, dia mengingatkan agar perjuangan mahasiswa tidak berhenti. Kata
Fathur unjuk rasa mahasiswa bertujuan untuk menyampaikan aspirasi, bukan untuk
direpresi oleh aparat. "Walaupun langit akan runtuh, keadilan tetap harus
ditegakkan. Dua kata, satu perjuangan: hidup mahasiswa. Tiga kata, satu tujuan:
hidup rakyat Indonesia," tegas dia.
Selain
itu ada spanduk dengan tulisan "Pemerintahan yang Buruk Terlahir dari
Kepentingan yang Abadi". Mahasiswa di barisan terdepan juga terpantau
membawa lima korban tewas dalam gelombang demonstrasi di sejumlah daerah,
September lalu. Foto-foto tersebut adalah Maulana Suryadi, Akbar Alamsyah,
Bagus Putra Mahendra, Muhammad Randi, Yusuf Kardhawi.
TANGGAPAN
: Sebenarnya, demo yang dilakukan oleh para mahasiswa ini merupakan salah satu
kepedulian para mahasiswa terhadap kasus kasus yang melanggar HAM. Namun,
namanya demo, itu juga tidak benar apalagi mahasiswa yang melakukannya. Karena
demo ini, sudah ada 5 korban yang tewas. Seharusnya mereka menyampaikan
aspirasi mereka secara tertib,sehingga tidak akan memakan korban jiwa seperti
ini dan dapat berakhir dengan damai tanpa ada korban jiwa.
/20191021161218-20-441549/mahasiswa-kembali-demo-jokowi-singgung-pelanggaran-ham
9. Demo Buruh KSPI
TANGGAPAN
: Pada demo ini, para buruh KSPI menggelar aksi di DPR (2019/10/02). Mereka
menyuarakan 3 isu utama yaitu untuk menolak revisi UU Ketenagakerjaan, menolak
kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Mereka melakukan aksi ini dengan tertib. Aksi
ini diorganisir dengan baik sehingga berjalan dengan damai tanpa ada kekerasan,
merusak barang, bahkan korban jiwa. Demo seperti inilah yang seharusnya
diterapkan pada demo demo yang lainnya, tanpa ada kerusakan,kekerasan, dan
korban jiwa. Dan aspirasi bisa tersampaikan dengan baik.
https://news.detik.com/berita/d-4731333/demo-tertib-ala-buruh-kspi
10. Demo di Jakarta--- untuk menolak pengesahan RUU
KUHP dan revisi UU KPK
Liputan6.com,
Jakarta - Kawasan di sekitar gerbang utama gedung DPR/MPR RI rusak parah
setelah demo mahasiswa yang berlangsung sejak Selasa pagi. Suasana di depan
gerbang utara Gedung DPR/MPR RI sudah kondusif. Namun tampak pagar depan sedang
diperbaiki akibat dijebol paksa oleh mahasiswa yang berdemo.
Selain
itu, perbuatan vandalisme mahasiswa juga terlihat pada tembok pagar utama
Gedung DPR/RI. Mobil water cannon Brimob Polri tak luput jadi sasaran.
Sementara, separator jalur busway juga ikut rusak setelah demonstrasi
mahasiswa. Pembatas jalan tol dalam kota juga menjadi korban vandalisme. Pintu
tol dalam kota Pejompongan pun sempat terbakar, tetapi
api
berhasil dipadamkan. Sementara, jalan tol dalam kota steril dari kendaraan
melintas. Hanya di Jalan Gatot Subroto arah Senayan yang sudah diperbolehkan
untuk kendaraan melintas. Jalan tersebut diberlakukan dua arah.
Aksi
demonstrasi mahasiswa hingga berita ini diturunkan masih bertahan di kawasan
jembatan layang Senayan, juga di kawasan Slipi, Jakarta Pusat.
TANGGAPAN
: Aksi yang dilakukan para mahasiswa ini sudah termasuk salah satu contoh
perbuatan vandalisme (pengrusakan barang secara keras dan ganas). Banyak barang
yang dirusak bahkan dibakar apalagi sampai pagar depan Gedung DPR/MPR RI
dijebol dan jalur busway pun juga ikut dirusak. Sebenarnya, tujuan yang
dilakukan para mahasiswa melakukan demo ini bukannya tercapai malah menimbulkan
korban jiwa dan kerusakan kerusakan yang parah. Seharusnya pihak yang melakukan
demo ini bisa memperhitungkan kemungkinan yang terjadi akibat tindakan ini dan
memastikan agar demo berlangsung dengan damai.
https://www.liputan6.com/news/read/4070897/usai-demo-mahasiswa-kawasan-gedung-dpr-rusak-parah
No comments:
Post a Comment